(oleh : Syaripah Rahmawati)
Jika diam lebih menenangkan, mungkin ksatria takkan pernah berhasil
untuk menang. Jika tidak mengetahui adalah sebuah kesenangan maka yang lebih
tahu akan merasa tidak lagi dibutuhkan. Adakah sampai hari ini yang berfikir;
bahwa menuntaskan bukanlah sebuah “pilihan” melainkan sebuah “keharusan”? Atau
ada yang telah faham namun tetap diam? Tahukah bila sebuah amanah disentuh oleh
tangan-tanganmu, ia akan berpindah alih untuk dipertanggungjawabkan? Atau
mungkin kita lupa telah berjanji pada sebuah kitab suci; Al-Qur’an?
Teman, hari ini angin
menyapaku. Ia mulai baik mengabarkanku sebuah hal mengenai dirinya dan
kehidupan yang persis sama. Kau tahu apa? Lihatlah, saat ia berhembus menembus
dinding hingga ari. Berjalan dengan alur tanpa ada yang melihatnya, namun
setiap jiwa merasakan kehadirannya. Ia tetap sendiri, menghilang dan mengisi.
Teman? Bisakah kita menjadi angin? Yang selalu mengisi dan menghilang untuk
menembus dinding-dinding kehidupan? Mendobrak pergerakkan dengan alur yang
tertata hingga pulang? Atau kita coba untuk sekedar mempelajarinya; ia diam dan
menikmati kesakitan meskipun hanya berhembus sendirian.
Teman, ataukah
kita memilih untuk menjadi badai? Yang datang bergerombolan dan terus
menyisakan suara yang bingar? Suara yang terus merusak setiap pendengarnya. Ia
tampak besar dengan sebuah pergerakkan yang cenderung melumpuhkan dan
memusnahkan lingkungannya. Berdiam pada satu titik kenyamanan yang melumpuhkan.
Berputar cepat hingga kasat untuk dilihat. Setidaknya kita mempelajari tentang
badai; bergerombolan dengan sebuah pergerakkan yang cenderung merusak
lingkungan.
Setiap langkah
yang kita ambil sendiri terlihat ego yang menyelimuti; tapi tanpa sadar kita
telah berhasil memandirikan diri untuk tidak meringik, mengeluh dan mengadu
selain kepada Sang Maha Pencipta; Allah SWT. Semoga setiap langkah yang
dilajani tersimpan kemudahan untuk menekuni. Jika tekun telah mengisi diri,
semoga Allah SWT meridhoi. Aamiin.
Amazing writer :)
BalasHapus