Mengapa harus memilih KES (Komunitas Ekonomi Syariah) ?
(Oleh : syaripah rahmawati)
Serang, 12 Oktober 2015
Bismillahirrahmanirrahim
Sobat KES, entah mengapa aku ingin berbagi ceritaku yang terjalin
hampir satu tahun silam. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru
terhebat, namun ada sebuah ungkapan yang tak kalah pentingnya, yaitu “Setiap orang adalah guru dan setiap tempat
adalah sekolah”. Sahabatku selalu berkata : kita tak akan pernah mengetahui
suatu perkara jika tak berani masuk kedalam perkara tersebut.
Pertama kali kaki ini berpijak pada Institut Agama Islam Negeri Sultan
Maulana Hasanuddin Banten di jurusan Perbankan Syariah, aku begitu bimbang dan
penuh rasa pertimbangan. Apakah aku bisa menggapai impianku disini? Inilah yang
terus meradang di hatiku. Lambat launku jalani, ku mengerti, ku simak jati diri
yang mulai nampak. Basic yang cenderung tidak terarah agamais membuatku sulit
untuk mencerna Mata Kuliah disini, namun rasa ingin tahu itu selalu hadir
karena aku harus membekali diri dengan pengetahuan yang mendalam.
Seorang teman. Lagi, lagi seorang teman. Ia mengajakku untuk mengikuti
Komunitas yang begitu asing, bahkan akupun tidak mengerti sistem apa yang akan
diterapkan didalamnya. Kucoba membaca setiap kata pada rilisnya, sepertinya
sejalan dengan visi jurusanku. Akupun tertarik mengikutinya. Inilah Organisasi
pertamaku, Komunitas Ekonomi Syariah.
Diklat Ekonomi Syariah telah berlalu. Sedikit demi sedikit ilmu
pengetahuan ekonomi syariahku bertambah. Kajian rutin aku sempatkan untuk tetap
hadir. Sharia Economist Training, tahap
kedua pengkaderan. Tibalah Temu Ilmiah Regional, dimana kemampuan berbicaraku
menjadi tantangan yang harus kutepis dengan nafas panjang. Kalau boleh jujur,
aku lebih memilih bekerja dibelakang layar daripada menjadi public speaking. Tapi, ada
suatu pelajaran yang aku petik disini, KES membuatku berani mengeksplor diri
pada khalayak. Disinilah, aku mendapatkan sesuatu yang tidak aku dapatkan di tempat
lain. Dan mungkin tidak semua orang mendapatkan sesuatu sepertiku. Begitulah
ilmu, dirasakan ketika kita telah mencapai lelah, diraih dengan jalan susah
payah.
Pengumuman Juara Olympiade Temu Ilmiah Regional telah diumumkan.
Alhamdulilah, Kami (Tim berisi tiga orang : Aku, Mustinah, dan Gita) menjadi
Juara ke-3. Peringkat yang begitu sederhana namun sangat bermakna bagi kami.
Karena jika diperhatikan kami merupakan pemula di ajang pelombaan edukatif ini.
Di lain waktu, Allah memberikan rezeki sekaligus ujian bagiku. Aku
meraih IPK genap 4,00. Angka yang sempurna. Setiap teman yang mengetahui hal
ini dengan sigap bertanya padaku “Bagaimana caranya?” Aku hanya tersenyum dan
terdiam. Setiap mahasiswa/i memiliki prinsip dan sudut pandang yang berbeda.
Ada yang berpendapat bahwa nilai tidak penting dalam artian IPK apalah artinya.
Disisi lain ada yang mengatakan ini penting bahkan jauh lebih penting. Aku
ingin menyampaikan bahwa IPK akan menjadi penting bagi mereka yang memiliki
target dalam belajarnya. Menjadikan tolak ukur manajemen waktu, fikiran, dan
tenaga mereka dalam menyusun sasaran kesuksekan ilmu yang ditekuni. Dan IPK menjadi
tidak penting bagi mereka yang menganggap bahwa nilai adalah khiasan, bukan
berarti mereka tidak mempunyai target belajar hanya saa ada hal lain yang
menjadi prioritas selain sebuah nilai yang terpampang jelas pada KRS dan KHS.
Lalu untuk apa organisasi bagi kita? Apa pengaruhnya? Inilah yang
selalu dipertanyakan khususnya bagi mereka yang awam berorganisasi. Sedikit aku
jelaskan, kemampuan kita terdiri dari IQ, EQ, SQ, AQ, dan ESQ. IQ adalah ukuran
kemampuan intelektual, analisis dan logika. Sedangkan EQ adalah kemampuan
berkomunikasi. SQ yakni kemampuan memahami arti hidup. AQ merupakan kemampuan
menghadapi kesulitan, Sedangkan ESQ gabungan dari pengendalian kecerdasan,
emosi dan spiritual. Jadi pada intinya didalam organisasi kita dapat mengasah
kemampuan IQ, EQ, SQ, AQ, dan ESQ kita dimana tidak kita dapatkan baik di lingkungan
rumah, perkuliahan, maupun lainnya. Dan pada kenyataannya KES mengajarkan itu
semua padaku.
Setiap orang memiliki karakter yang berbeda. Ada yang bersifat
extrovert adapula yang introvert. Keduanya saling berlawanan tapi dalam
menempuh sebuah kesuksesan haruskah kita hanya berdiam diri saja? Apa kita
hanya bisa menjadi pengeritik daripada pendobrak? Apa kita hanya bisa
memikirkan kenapa masalah bisa hadir tanpa memikirkan bagaimana menghadapi dan
menyelesaikan masalah tersebut? Inilah mental bagi seseorang yang sudah selesai
sebelum berperang.
Sobat, hidup bukanlah tentang berapa banyak kenikmatan yang kita
dapatkan namun berapa banyak ilmu dan kebaikan yang kita berikan dan kita
terima. Apa salahnya menjadi seseorang yang berbeda dengan menghabiskan
fikiran, waktu dan biaya untuk kebaikan kita daripada hanya berdiam diri
menikmati dan mengeritik karya orang lain. Inilah saatnya kita berkarya, menunjukkan
karya terbaik di kehidupan yang penuh fana ini. Bukankah hanya orang-orang
berpikir yang senantiasa mengembangkan kemampuannya? Dan selalu taat akan
kehendak-Nya?
Wallahualam. Marilah kita sama sama belajar menjadi manusia yang
berakhlakul karimah dalam suatu wadah yang telah berdiri sejak 7 tahun lamanya.
Merajut ukhuwah dalam dakwah bernuansa ilimiah. Komunitas Ekonomi Syariah. :)