Dari berbagai pertanyaan yang terlontar disudut kehidupanku, inilah untaian pertanyaan favorit yang dibungkus dengan dinamika yang pas dan bahasa nan santun. Kenapa memilih Psikiater? Bukankah terlanjur nyeplung ke Ekonomi? Pertanyaan yang sering banget temen-temen terdekat tanyain, sampai ada yang membantu menjawab gini : ya mungkin aja punya trauma khusus. Ya mungkin aja dia ingin lebih mengenal lingkungan tempatnya berpijak. Ya mungkin aja dia tertarik ilmu sosial dan menerapkannya dalam masyarakat sebagai profesi. Ya mungkin aja passion dia lebih kearah situ. Dan segala macam bentuk jawaban yang mereka awali dengan frasa “YA MUNGKIN AJA”. Pada dasarnya memang bener sih. Ini bukanlah pertanyaan retoris. Mereka membutuhkan jawaban. Analogi lebih tepatnya. Disaat mereka menerka nerka mengenai “Apasih alasanya?”, entah mengapa aku tanya balik ke hati yang paling dalam. “Emang tujuan aku jadi psikiater itu gitu ya?” dan makin menyentuhnya sebuah pertanyaan makin ekstrim pula takaran logisku untuk menjawabnya.
So? Kamu tau gak cita-cita Presiden Indonesia sebelum
mereka sah menjadi penduduk Istana Merdeka itu apa? Atau Spiderman sebelum
digigit laba-laba dia ingin jadi apa? Serempak bilang enggak. Iya itu analogi
simplenya sih. Kadang cita-cita yang kita impikan, ditulis di kertas dipajang
dikamar dipandang setiap malempun belum tentu itu terwujud meski kamu sudah berupaya
semaksimal mungkin. Terkadang cita-cita itu hadir seiring waktu dan passion
kamu. Sejatinya kemampuan dan bakat tidak hadir dalam satu waktu. Melaikan terfokus
jika kamu melakukan aktivitas yang bikin kamu nyaman, enjoy, your style, itulah
yang bakal jadiin kamu sebuah cita-cita. Inilah cita-cita yang sesungguhnya.
Sesuai apa yang kamu mau bukan karena tuntutan hidup dan bukan karena tuntutan
orang tua. Kalau ada yang mengatakan gini : Restu orang tua itu mujarab. Nah
aku setuju tuh tapi inget guys kita punya kemampuan dan keterbatasan yang hanya
diketahui oleh diri kita sendiri. Setinggi apapun cita cita kamu yang
diharapkan orang tuamu, kalau kamu gabisa, gatahan, dan ingin banting kepala
karena gakuat, lebih baik beralih deh ke passion kamu. Hidup bukan untuk
memaksakan apa yang gabisa kamu lakuin.
Jadi intinya Psikiater adalah passionku. Dan Perbankan
Syariah adalah jurusan yang aku pilih karena sebuah tuntutan (antara hidup dan
orang tua). Next, alasanku. Gini, kalau temen-teman bilang aku trauma dengan
sesuatu, ingin peka terhadap lingkungan, tertarik ilmu sosial, sehingga aku
ingin sekali jadi psikiater itu benar adanya. Aku merasakan sesuatu yang berbeda
disaat aku menganalisis seseorang yang jiwanya terganggu. Seakan radar otakku
gerak-gerak loading gitu deh. Disaat orang lain berlalu lalang aku sempet analisis
kepribadian mereka dari atas sampai bawah (antara analisis dan su’udzon beda
lho ya). Kurang kerjaan sih kedengarannya. Tapi teman jangan salah, This is my
passion. Aku menemukan sesuatu didalamnya. Aku merasakan sensasi berbeda disaat
menganalisis suatu objek yang tidak aku temukan disaat membuat neraca lajur,
mengkaji dan membaca terkait Perbankkan dan hal hal yang berbau Ekonomi
Lainnya. Dan aku mencintai apapun yang aku lakukan meskipun jalurku jelas-jelas
bertentangan. Aku hanya ingin berkontribusi serta menolong terhadap sesama
manusia sesuai kemampuan yang menjadi bakatku nan kuasah tiap hari dan bukanlah
bertopeng ramah dan berpura pura menikmati apa yang aku lakukan.
0 komentar:
Posting Komentar