Perjalanan
menuju Universitas Indonesia (UI)
Serang, 20 Mei 2015
06.30 WIB tepat aku berdiri di stasiun kota mengamati wajah-wajah
yang khendak aku kenali. Tak jarangku tengok perhiasan tangan dengan hiasan
angka-angka dan jarum panah yang selalu berputar diradarnya. Belum terlihat
juga rupanya. Ku ambil siasat menukar uangku dengan delapan buah karcis. Aku
duduk kembali. Teringat perkataan mustinah kerabat terdekatku “jika sudah
sampai tujuan, jangan hanyut dalam penantian, tapi lakukan sesuatu yang
bermanfaat.” Kusandarkan bahuku pada jajaran tempat duduk yang sengaja
disediakan. Mereka datang, hela nafasku dengan tenang.
“Sudah
beli karcis?” Sapa elin padaku.
“Sudah.
Akh mail ikut juga kan?” balasku.
“Engga.
Dia gada kabar. Kemungkinan sih gak ikut.” Terangnya.
“Yah.
Karcisnya udah genap delapan.” Sautku dengan wajah memelas
“Gampang.
Kita jadi calo dadakan.” Singkat elin dengan rawut senyum di bibirnya.
Kamipun
berlari ke luar ruangan dan menghadang seorang pria yang kira-kira berusia 40
tahunan. Pria itu terkejut setelah kami sodorkan sebuah karcis. Namun dengan
cerdasnya beliau mengerti maksud kami.
Mustinah, Suci, Ukh Handayani, Elin, ku tatap mereka satu per satu.
Muiz, Marifah, Kemana mereka? Kereta lima menit lagi akan singgah. Tingkahku
seperti setrika. Mungkin situasi seperti inilah yang pernah dialami oleh
pejuang bangsa. Mereka pergi tatkala meriam mengepung mereka. Berbeda denganku.
Ketakutan bukan karena meriam yang hampir meledak namun kereta yang tak
berhasil mengangkutku dan teman-teman yang lain. Linu suara kereta terdengar
mulai singgah. Namun kedua insan yang kami nanti tak kunjung tiba. Dari
kejauhan mata memandang. Itu mereka. Dengan wajah yang tak tentu arah. Mereka
berlari menggapai kami yang berjarak 10 meter. Detik detik mengguncang jantung hingga perih.
Kami berlari sesigap mungkin. Hingga akhirnya kami berhasil masuk tatkala
kereta menancapkan gasnya untuk berlalu.
Stasiun duri menjadi target utama. Perjalanan akan kami tempuh
sekitar dua jam. Tak begitu membosankan bila saling berbincang. Mengingat
kejadian semula. Seperti sinema bioskop 5 cm. Dimana iyan dan genta menggapai
tangan jafran dan arial. Bahkan langkah
awal menjadi perjuangan. Lalu bagaimana dengan langkah akhir? Pasti terdapat
kejutan didalamnya. Hanya perlu setia menunggu dan mengikuti arus deras dengan
teliti. Jangan sampai hanyut akan arus. Terkadang kita juga harus seperti batu yang kokoh. Menunggu arus air yang
datang tanpa perlu dikejar. Karena bagaimanapun batu tak akan pernah bisa
mengejar air. Seperti halnya passion. Berbeda dengan ilmu. Terkadang kita harus
meneladani nahkoda yang berada di depan perahu untuk menentukan arah. Kemana ia
harus berlayar. Ia memastikan dengan penglihatannya sendiri bagaimana kenyataan
manis dan pahitnya. Tak perlu orang berkomentar apa. Karna apa yang terlihat
itulah yang akan dihadapi.
Stasiun duri berlalu. Kami turun menyusuri trotoar rel nan tinggi
itu. Layaknya jama’ah haji yang dipandu oleh guide. Satu ikhwan memimpin enam
akhwat. KRL stasiun UI. Selangkah lagi kami akan menginjakkan sepatu ini pada
tujuan utama. Menghadiri Mentoring Ekonomi Syariah ((MES) dengan tema Berbisnis
Syariah di era Global. 2 jam perjalanan
duduk tenang menikmati panorama yang berlalu lalang. Tak sedikit yang tertidur pulas. Tak ada asongan
disini. Benar-benar angkutan yang syahdu. Perasaan begitu tenang hanyut akan
keadaan. Lonjakan dengan gelombang gerak yang sama. Bagaikan bayi yang dikeloni
sang ibu. Gerakan kecil penghantar mimpi. Durasi tak bertahan lama. Kami bersiap
untuk hijrah ke stasiun UI.
12.00 WIB tibalah kami di Universitas Indonesia. Lega rasanya.
Perut tengah memainkan jargonnya. Ia meminta asupan untuk mengganti energi yang
terpakai. Kami memilih untuk mencari kedai atau sejenisnya. Lalu melanjutkan
beribadah sholat dzuhur bersama. Rehat selama 10 menit untuk memanjakkan tubuh
yang sebagian letih. Perlahan namun pasti. Jejak kaki mengantarkan kami
menyusuri FEBI UI dengan menaiki bikun (bis kuning). Sempat keliru. Kami
melampaui batas hingga ke Fakultas Tekhnik. Perpustakaan seminar A. Panitia menyambut
kami dengan ramahnya. Seminarpun dimulai. Akh Andreas Sanjaya (CEO Badr Interactive) sebagai pemateri pertama.
Collaborate, we can’t, change the world, alone. Saat ini Yahudi menguasai pasar
pangan. Disinilah beliau dan kawan-kawan mencetuskan aplikasi 1Grow dimana
menemukan money, farming skill, dan land . 50% petani berada di garis
kemiskinan. Kedelai kurang lebih 80% import dari luar negeri. GMO dikuasai 90%
oleh yahudi. Sedangkan tikus yang diuji cobakan dengan GMO terkena kanker.
Bagaimana dengan pangan negeri kami? Jika peradaban makanan baik, maka
selanjutnya akan baik. Kemudian Urban Qurban, yaitu aplikasi permainan merawat hewan qurban dengan tujuan
meemperkenalkan ibadah qurban dengan konsep menyenangkan. Penggeraak ekonomi
umat salah satunya wakaf yang selanjutnya beliau kemas dalam aplikasi
wakaf.fun. Selain itu terdapat aplikasi OLEA (obat tradisional), Learn Qur’an
(belajar Al-qur’an), dan Qur’an Prize (Hafalan Al-qur’an). Pesan akh Andreas
dalam kesemapatan kali ini yaitu jagalah kebersihan maka hasilnyapun akan
membawa berkah bagi kita semua.
Pemateri selanjutnya Ust. Erwandi Tarmizi (Doktor lulusan
Universitas Islam Al Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Arab Saudi). Beliau
menjelaskan bahwasannya pelopor Riba adalah Yahudi. Kemudian Quraisy. Mereka
memakan Riba padahal mereka mengetahui haram riba. Jika kalian tidak berhenti
Riba maka Allah akan memeranginya. Riba, Qhoror, Judi, Maisir, dan kedholiman
adalah perbuatan yang diharamkan bagi kita. Kemudian dilanjutkan oleh sesi
tanya jawab. Peserta berantusias untuk melontarkan pertanyaan. Begitupun
denganku yang bertanya mengenai pasar uang. Waktu berjalan begitu cepat.
Seminar berada di puncak acara. Tinggalah kami (KSEI KES Banten) dan panitia
(KSEI UI) dalam perbincangan hangat. Akh Ibrahim menjelaskan alur untuk kembali
menuju kota Serang, Banten. Tak lupa,
kami mendokumentasikan Ukhuwah ini dengan berphoto bersama.
Perjuangan
dimulai. Dari stasiun UI kami beranjak ke stasiun Tanah Abang. Kereta datang sekitar 20 menit lagi. Canda tawa
mengisi penantian kami. Sementara aku dan Elin saling bersuap-suapan seblak untuk
mengisi perut selama lima jam kedepan. Kereta berhasil mengangkut kami hingga
stasiun tanah abang. Jurusan Karakatau datang pukul jam 23.00 malam nanti. Sedangkan
panah jam menunjuk angka 18.50. Karna
tak ingin menunggu lama, kami memutuskan bermuara di stasiun Tiga Raksa. Muiz
dengan segera membeli Tiket KRL dengan tujuan yang telah kami sepakati. Sesampainya
di stasiun Tiga raksa kami berlabuh ke kediaman elin di desa cengkudu balaraja
dengan angkutan umum. Karna pada pukul 22.30 tidak ada angkutan yang beroperasi
sampai kota Serang. Esoknya kami hijrah
ke kota Serang dengan bus yang berhenti di patung Pakupatan selanjutnya kami
naik angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan hingga sampai pada tempat tinggal kami.
Inilah
perjalanan kami selaku KSEI KES Banten menuju Universitas Indonesia tertanggal
20 Mei 2015. Kami mengerti perjalanan ini penuh dengan penat. Namun kami
percaya segalanya akan memberikan manfaat. Disetiap detik kami mensyukuri
nikmat. Karena upaya ini akan menjadikan kami semakin taat. Ekonom Rabbani?
Bisa!